Pentingnya Menjaga Kualitas Pakan Ternak Sapi

Peningkatan kualitas dan produktivitas ternak menjadi upaya utama bagi peternak rakyat dan industri. Upaya tersebut dilakukan dengan berbagai cara salah satunya dengan pemberian pakan. Pakan merupakan salah satu faktor keberhasilan dalam beternak. Pakan yang diberikan untuk sapi biasanya berupa hijauan dan tambahan pakan berupa konsentrat. Penggemukan adalah pemeliharaan ternak yang bertujuan untuk meningkatkan produksi dan memperbaiki kualitas daging sebelum ternak itu dijual.

Hijauan secara umum memiliki kandungan serat kasar yang tinggi, namun protein dan energinya rendah. Mengingat bahan pakan hijauan di daerah tropis umumnya kurang mineral, maka penambahan vitamin dan mineral dalam pakan merupakan keharusan untuk menghasilkan produktivitas ternak yang sesuai dengan potensi genetiknya. Pemberian vitamin dan mineral pada pakan ternak penting untuk mengoptimalkan pencernaan, sehingga penyerapan nutrisi maksimal, peningkatan daya tahan tubuh dan produksi daging maupun susu dapat lebih banyak serta berkualitas. Penggunaan mineral dalam formulasi pakan sebagai solusi meningkatkan bobot harian dan efisiensi biaya produksi.

Manfaat Mineral untuk Ternak

Mineral dibutuhkan ternak dalam jumlah sedikit, namun hal itu sangat penting untuk proses fisiologis dan pertumbuhan ternak. Mineral adalah salah satu komponen nutrisi yang memiliki peran penting dalam pertumbuhan, kesehatan, produksi, reproduksi dan kekebalan tubuh hewan.

Berdasarkan jumlah yang dibutuhkan ternak, mineralterbagi menjadi mineral makro dan mikro. Mineral makro seperti kalsium (Ca), fosfor (P) dan kalium (K) berperan penting dalam aktivitas fisiologis dan metabolisme tubuh, sedangkan mineral mikro seperti mangan (Mn), tembaga (Cu), zinc (Zn), kobalt (Co), iodine (I) dan selenium (Se) berperan untuk aktivitas enzim dan hormon dalam tubuh. Kombinasi mineral makro dan mikro dalam Mineral Super dapat meningkatkan pertumbuhan pada sapi potong, menambah produksi susu pada sapi perah dan mencegah terjadinya kekurangan mineral. Mineral Super diberikan setiap hari dan dicampurkan pada pakan ternak.

Kerugian Akibat Kekurangan Mineral

Ternak yang mengalami kekurangan asupan mineral menyebabkan terjadinya gangguan pada proses metabolisme dan penyakit defisiensi mineral. Penyakit defisiensi mineral dapat mengganggu pertumbuhan, produksi dan reproduksi ternak. Penyakit ini memiliki dua tipe yaitu defisiensi klinis yang dapat diamati gejalanya secara visual sedangkan tipe yang kedua adalah defisiensi subklinis yang tidak menunjukkan gejala klinis sehingga ternak yang mengalaminya tidak mendapatkan penanganan dan perawatan yang tepat.

Sapi yang mengalami defisiensi mineral subklinis mengakibatkan laju pertumbuhan berkurang rata-rata 0,1 kg/ekor/hari, daya reproduksi di bawah tingkat optimum dan menurunnya daya tahan terhadap penyakit. Sedangkan sapi yang mengalami defisiensi mineral klinis dapat didiagnosis berdasarkan gejala yang terlihat, seperti kekurusan, hilang nafsu makan, dan keguguran ternak yang bunting.

Mineral makro dibutuhkan dalam jumlah besar seperti kalsium, fosfor dan kalium masing-masing mempunyai peran penting dalam tubuh. Kalsium merupakan mineral yang paling banyak dibutuhkan oleh ternak dan berperan penting sebagai penyusun tulang dan gigi. Kebutuhan kalsium dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti umur, bobot badan serta tahapan produksi. Kekurangan kalsium dapat mengakibatkan kegagalan induk bunting mengeluarkan plasenta, milk fever atau hypocalcemia ditandai oleh gejala sapi yang ambruk.

Fosfor merupakan mineral makroesensial yang dibutuhkan ternak dalam jumlah cukup untuk optimalisasi performa produksi dan reproduksi. Kekurangan mineral fosfor dapat menyebabkan gangguan reproduksi pada sapi, seperti kesulitan melahirkan (dystocia), kematian embrio, malformasi tulang, dan terganggunya perkembangan jaringan tubuh. Selain itu, kalium juga dibutuhkan sebagai mineral pembentuk jaringan otot terutama otot uterus atau rahim yang merupakan bagian dari sistem reproduksi. Sehingga, apabila ternak kekurangan asupan kalium. dapat mengakibatkan gangguan reproduksi.

Manajemen pemeliharaan yang baik dalam usaha peternakan sapi perah maupun sapi potong dapat meningkatkan produksi susu dan bobot badan. Faktor-faktor yang harus dipertimbangkan dalam usaha peternakan sapi perah maupun sapi potong adalah pemuliaan dan reproduksi, pemberian pakan sesuai kebutuhan nutrisi, pemeliharaan ternak, penyediaan sarana, dan prasarana, serta pencegahan penyakit, dan pengobatan. Manajemen pakan merupakan faktor yang penting dalam produksi susu maupun peningkatan bobot badan. Pakan harus memenuhi unsur-unsur penting diantaranya makro dan mikro mineral dalam jumlah sesuai kebutuhan.

Peran Penting Mineral untuk Ayam Petelur Modern

Mineral adalah suatu senyawa anorganik yang menyusun ±4% tubuh ayam. Kebutuhan mineral bagi ayam perlu dipenuhi melalui ransum karena tubuh ayam tidak dapat memproduksinya. Mineral dapat dibedakan menjadi makro dan mikro mineral.

Makro mineral terdiri dari kalsium (Ca), fosfor (P), magnesium (Mg), sulfur (S), kalium (K), natrium (Na) dan klorida (Cl). Sedangkan mikro mineral/trace mineral adalah kelompok mineral yang diperlukan tubuh dalam jumlah sedikit. Walaupun jumlah yang dibutuhkan sedikit, mikro mineral ini sangat bermanfaat dalam menunjang berbagai proses di dalam tubuh ayam. Contoh mineral tersebut antara lain mangan (Mn), zinc/seng (Zn), iron/zat besi (Fe), iodine (I), copper/tembaga (Cu), selenium (Se) dan cobalt (Co).

Kebutuhan mineral bagi ayam dalam masa produksi diperlukan sebagai bahan baku pembentukan isi dan kerabang telur. Kekurangan atau defisiensi mineral dapat menyebabkan dekomposisi organ tubuh ayam (seperti tulang) untuk memperoleh mineral. Dampak jangka panjangnya adalah ayam bisa mengalami kelumpuhan karena kondisi tulang yang rapuh.

Kebutuhan Mineral bagi Ayam Petelur

Ayam petelur yang saat ini dibudidayakan sudah memiliki sifat genetik yang unggul. Perbaikan genetik yang ada membuat ayam petelur mencapai puncak produksi lebih cepat dan bertelur lebih banyak. Konsekuensinya adalah ayam harus melakukan proses metabolisme dengan lebih cepat. Kondisi inilah yang menyebabkan kebutuhan mineral meningkat karena ikut berperan aktif dalam berbagai proses metabolisme dalam tubuh seperti prekursor (bahan pembantu) kerja enzim, hormon dan ion transport.

Di samping banyak kelebihan dari perbaikan potensi genetiknya, ayam petelur lebih mudah mengalami stres. Kondisi ayam yang stres akan membutuhkan jumlah dan asupan mineral yang lebih banyak. Hal tersebut juga sama seperti ayam yang sedang dalam kondisi imunosupresi. Apabila kebutuhan mineral terpenuhi maka kondisi stres tersebut dapat teratasi.

Peran mineral dalam proses biologis tubuh sangat beragam dan masing-masing mineral memiliki fungsi yang berbeda (Tabel 1). Namun apabila kebutuhan mineral bagi ayam tidak terpenuhi maka akan terjadi kondisi defisiensi mineral. Gejala defisiensi mineral tercantum pada tabel 2.

Sumber Mineral Makro dan Mikro

Ransum dengan kualitas yang baik harus dapat memenuhi kebutuhan nutrisi ayam di setiap periode perkembangannya. Pemenuhan mineral di dalam ransum tidaklah dominan dan biasanya hanya berkisar 5-8% dari total ransum. Namun jika kebutuhan mineral tidak terpenuhi maka akan berpengaruh terhadap proses metabolisme yang berujung pada penurunan performa ayam. Supaya kebutuhan mineral terpenuhi perlu dilakukan penambahan menggunakan bahan baku sumber mineral seperti tepung batu, dicalcium phosphate (DCP), atau monocalcium phosphate (MCP).

  • Tepung batu (Limestone)

Tepung batu merupakan bahan baku mineral yang terbuat dari penggilingan batu kapur. Kandungan mineral yang terdapat pada tepung batu adalah Ca, Fe, Mg dan P. Pemberian tepung batu dapat dilakukan dalam dua bentuk sediaan yaitu serbuk (mash) dan butiran (grit). Tepung batu dengan ukuran partikel yang lebih besar akan tinggal lebih lama di dalam gizzard. Dengan itu maka pelepasan Ca terjadi secara perlahan-lahan dan kebutuhan mineral Ca untuk kerabang pun lebih terjamin.

Dicalcium phosphate (DCP)

DCP merupakan suplemen yang dimanfaatkan sebagai sumber mineral fosfor untuk pakan ayam petelur. DCP terbuat dari bahan alami seperti batuan mineral (batuan fosfat) yang diperoleh melalui proses pemanasan. Selain itu DCP juga dapat dibentuk dari kombinasi reaktif kalsium oksida dan asam fosfat melalui proses presipitasi.

Monocalcium phosphate (MCP)

MCP adalah salah satu bahan pakan sumber mineral kalsium dan fosfor yang proses pembuatannya seperti DCP (presipitasi) namun menggunakan perbandingan yang berbeda yaitu 1,3 fosfor dan 1 kalsium. Sehingga kandungan fosfor dalam MCP lebih tinggi dibandingkan DCP.

  • Tepung Tulang

Tepung tulang merupakan limbah hasil penggilingan tulang yang telah diekstrak gelatin atau kolagennya. Bentuk dari tepung tulang yaitu serpihan berwarna coklat dengan tekstur kasar dan aroma khas seperti daging sapi. Bahan baku ini menjadi salah satu bahan pakan sumber mineral Ca dan P, serta mineral mikro lainnya.

  • Tepung kulit kerang

Kulit kerang adalah bahan sumber mineral yang berasal dari kulit kerang yang telah mengalami proses penggilingan. Bahan baku ini menjadi sumber mineral kalsium dan kandungan karbonatnya (CaCO₃) pun lebih tinggi daripada tepung tulang yaitu sekitar 35%.

Pencampuran Mineral dalam Ransum

Kasus defisiensi mineral dapat dicegah dengan melakukan suplementasi mineral. Suplementasi mineral ini bisa dilakukan oleh peternak dalam bentuk penambahan mineral tunggal atau dalam bentuk penambahan premiks. Contoh suplemen mineral yang dapat diberikan adalah Mineral Super.

Hal yang perlu diperhatikan saat akan melakukan suplementasi mineral dan sumber mineral lainnya adalah teknik pencampurannya. Suplemen mineral yang ditambahkan harus tercampur secara homogen dalam ransum supaya setiap ayam mendapatkan mineral dalam jumlah yang merata. Pencampuran suplemen mineral dilakukan secara bertahap dimulai dari pencampuran ke dalam ransum jumlah yang sedikit dan ukuran kecil. Kemudian beranjak ke jumlah yang lebih besar dan seterusnya hingga keseluruhan ransum tercampur dengan suplemen mineral tersebut. Akan lebih baik dan mudah jika menggunakan mixer horizontal sehingga proses pencampuran lebih efisien.

Bahan baku mineral yang akan ditambahkan pada ransum perlu diperhatikan terlebih dulu ukuran partikelnya. Ukuran partikel mineral tersebut akan mempengaruhi durasi penyerapan di dalam tubuh. Semakin besar ukuran partikel mineral maka keberadaanya di dalam tubuh akan semakin lama sehingga dilepas secara perlahan (slow release). Proses slow release ini penting saat pembentukan kerabang telur yang membutuhkan ± 20 jam di uterus.

Secara umum sumber bahan baku mineral memiliki dua macam bentuk sediaan, yaitu serbuk (mash) dan butiran kasar (grit). Bentuk sediaan mash akan diserap lebih cepat oleh tubuh dibanding dengan bentuk grit. Kedua sediaan ini harus diberikan pada ransum ayam dengan perbandingan 65-70% dalam bentuk grit dan 30-35% dalam bentuk mash.

Pada umumnya bahan baku mineral dalam bentuk grit diberikan setiap hari pada ayam petelur mulai fase prelayer hingga afkir untuk mencegah terjadinya defisiensi mineral. Bahan baku dalam bentuk grit ini juga berfungsi untuk membantu proses pencernaan makanan di dalam ampela sehingga efisiensi pemanfaatan pakan meningkat.

Memahami virus penyakit mulut dan kuku (PMK)

Memahami virus penyakit mulut dan kuku (PMK)

sumber: Drh. Tri Satya Putri Naipospos, MPhil Phd

apa itu penyakit mulut dan kuku

  • Penyakit mulut-dan-kuku (PMK) adalah infeksi sistemik akut yang menjangkiti hewan ungulata berkuku genap, baik yang didomestikasi dan liar, termasuk sapi, babi, domba, kambing dan kerbau
  • PMK umumnya menyebabkan angka kematian di bawah 5%, tetapi meskipun demikian tetap dianggap sebagai penyakit paling penting dari ternak karena menyebabkan penurunan yang signifikan dalam produktivitas dan gangguan perdagangan ternak dan produk ternak 
  • Rute infeksi utama pada ruminansia adalah inhalasi virus lewat saluran pernafasan, tetapi infeksi melalui saluran pencernaan atau luka pada kulit juga dimungkinkan, meskipun memerlukan dosis virus yang lebih tinggi Apa itu penyakit mulut-dan kuku?

Sejarah evolusi virus PMK

  • Ada 7 serotipe virus yang berbeda secara immunologi yaitu: O, A, C, Southern African Territories (SAT) 1, SAT 2,  SAT 3 dan Asia 1 
  • Distribusi serotipe O dan A adalah yang paling luas secara geografis Sejarah evolusi virus PMK 
  • Analisis data sekuens dari protein kapsid virus (VP1) digunakan untuk memonitor wabah virus, menelusuri gerakan lintas batas dari ‘lineage’ virus, dan kategorisasi strain lapangan (Knowles, N. J. & Samuel, A. R. 2003; Knowles N.J. et al. 2016)

Distribusi serotipe virus PMK di dunia

  • Serotipe PMK tidak terdistribusi secara seragam di wilayah- wilayah dunia dimana penyakit ini masih berjangkit
  • 6 dari 7 serotipe PMK (O, A, C, SAT 1, SAT 2, SAT 3) ditemukan di Afrika
  • 4 serotipe PMK (O, A, C, Asia 1) ditemukan di Asia 
  • Hanya 3 serotipe PMK (O, A, C) ditemukan di Amerika Selatan dan di Eropa 

(Sumber: OIE/FAO Reference Laboratory Network for Foot-and-Mouth)

Hubungan immunologic antara virus-virus PMK

  • Tidak ada proteksi silang antara serotipe, sehingga hewan yang divaksinasi atau yang terinfeksi dengan satu serotipe tetap peka terhadap infeksi oleh serotipe lainnya (Rodriguez and Grubman, 2009). 
  • Serotipe O ditemukan di seluruh kontinen dan kurang bervariasi secara antigenik, sehingga menunjukkan proteksi silang yang paling baik di antara strain yang lain 
  • Serotipe C tidak terdeteksi dimanapun selama bertahun- tahun (sejak 2004) dan mungkin saat ini sudah punah 
  • Variasi antar serotipe paling banyak ditandai dalam serotipe A dan SAT 1 – 3 

(Sumber: M. Rweyemamu et al. (2007); Syed Muhammad J, and Graham J.B. 2020)

Topotipe virus PMK

  • Karena virus PMK seperti kebanyakan virus RNA lainnya berevolusi secara cepat, virus-virus yang umum ditemukan pada ekosistim yang berbeda berevolusi secara mandiri dan akibatnya sering terjadi distribusi geografis genotipe dalam suatu serotipe 
  • Genotipe yang mempunyai distribusi geografis tertentu, dikenal sebagai ‘topotipe’ • 
  • Untuk itu suatu nama spesies virus PMK ditulis sbb: SEROTIPE /SINGKATAN TOPOTIPE/LineageSUB-LINEAGE (contoh: O/ME-SA/PanAsia-2 TER-08, A/ASIA/Iran-05HER-10, Asia 1/ASIA/Sindh-08, dlsbnya) 

Sumber: OIE/FAO Reference Laboratory Network for Foot-and-Mouth Disease

Distribusi topotipe di antara serotipe PMK

  • Di Asia, topotipe dari serotipe O adalah Cathay, Southeast Asia (SEA), Middle East-South Asia (ME-SA) dan PanAsia
  • Serotipe O topotipe ME-SA adalah yang paling umum sebagai penyebab wabah PMK di India, dan 3 dari 6 lineage yang dinyatakan paling sering dideteksi adalah Ind2001, PanAsia dan PanAsia 2
  • Topotipe dari serotipe O yaitu EURO-SA terdistribusi di Eropa dan Amerika Selatan 
  • Topotipe serotipe A dan C yaitu AFRICA, ASIA, EURO-SA terdistribusi di Afrika, Asia, Eropa dan Amerika Selatan 
  • Topotipe SAT 1 (I – XIII), SAT 2 (I – XIV) dan SAT 3 (I – V) ditemukan di Afrika Timur dan Zimbabwe 

Sumber: OIE/FAO Reference Laboratory Network for Foot-and-Mouth Disease 

Sejarah evolusi pandemi virus PMK

  • Perluasan global suatu ‘lineage’ virus PMK adalah jarang, tetapi apabila terjadi dapat menghasilkan konsekuensi ekonomi yang hebat 
  • Contohnya: Lineage O/ME-SA/Ind-2001 (biasa bersirkulasi di sub-kontinen India) dibuktikan setidaknya telah 15 kali keluar secara independen selama 2013–2017 yang memicu kejadian wabah di Afrika Utara, Timur Tengah, Asia Tenggara, Timur Jauh dan pulau-pulau bebas PMK di Mauritius 
  • Contoh lain: Lineage O/ME-SA/PanAsia dan O/SEA/Mya-98 merupakan dua strain virus PMK yang paling menyebar luas di Asia dan menimbulkan pandemi PMK pada dua dekade yang lalu Sejarah evolusi pandemi virus PMK

Sumber: Bachanek-Bankowska K. et al. (2018) 

Sirkulasi virus PMK antar ‘pool’

  • Serotipe O adalah serotipe yang paling luas terdistribusi antar pool (6 dari 7 pool virus), sebaliknya SAT 3 hanya ada pada pool 6 (di wilayah Afrika bagian selatan) 
  • Serotipe Asia 1, SAT 1 dan SAT 2 juga mempunyai distribusi geografis yang agak terbatas tetapi berbagai serotipe dapat bersirkulasi pada saat yang bersamaan 
  • Virus-virus PMK menyebar secara periodik antara pool dan ke wilayah bebas, dan negara-negara yang berada pada pool yang saling terkait (seperti Afrika Utara dan Asia Tengah) seringkali mengalami pengalaman wabah PMK dari sumber-sumber regional yang berbeda 
  • Sirkulasi dan evolusi virus di antara pool virus regional ini menentukan pentingnya adaptasi terhadap perubahan prioritas strain untuk pembuatan vaksin PMK 

Sumber: Jamal S.J. and Belsham G.J. (2013)

Sifat virus PMK

  • Sebagai virus yang beramplop, stabil dalam pelarut organik
  • Virus bisa awet dalam pendinginan dan pembekuan tetapi terinaktivasi secara progresif oleh temperatur > 50°C 
  • Pemanasan produk hewan dengan temperatur inti minimum 70°C untuk setidaknya 30 menit dapat menginaktivasi virus 
  • Virus stabil hanya pada kisaran nilai pH yang relatif sempit dan terinaktivasi secara cepat oleh pH < 6,0 dan pH > 9,0 

Sumber: EFSA Journal 2012;10(7):2820

Mitigasi risiko introduksi PMK lewat impor daging sapi/kerbau

  • Risiko virus PMK yang dibawa daging dari ternak sapi/kerbau yang berpotensi viraemik dapat dikurangi dengan maturasi karkas (>2°C min. 24 jam) dan pelepasan tulang (deboning) (virus PMK ada di dalam sumsum tulang) 
  • Berlangsungnya proses rigor mortis selama maturasi daging menghasilkan penurunan pH yang cukup untuk menginaktivasi sampai ke level dimana virus tidak terdeteksi dalam jaringan otot 
  • Begitu juga pelepasan limfoglandula dan pembuluh darah besar menghilangkan sumber kontaminasi virus dalam daging sapi/kerbau 

Sumber: The EFSA Journal (2006) 313, 1-34; Sutmoller P. (2001) 

Mengapa introduksi PMK dari hewan berbahaya? 

  • PMK disebabkan oleh virus yang sangat menular dengan kemampuan yang sangat besar untuk menginfeksi sejumlah hospes hewan berbeda dan mempertahankan dirinya dalam populasi dengan terus ada (persisten) dalam hewan ‘carrier’ dan juga melalui mutasi virus 
  • Di wilayah-wilayah endemik PMK, beberapa serotipe dapat bersirkulasi dan sejumlah infeksi berurutan dapat terjadi pada hewan peka 
  • Ruminansia dapat terinfeksi secara persisten, ‘carrier’ subklinis dari virus, semakin membuat gambaran epidemiologi PMK menjadi lebih rumit (Alexandersen et al., 2002) Sumber: The EFSA Journal (2006) 313, 1-34 

Hewan “Carrier’ PMK 

  • Definisi: hewan yang virus PMK infeksius berada di faring dan limfoglandula >28 hari pasca infeksi 
  • Proporsi yang tinggi (sampai 50%) dari hewan yang terinfeksi PMK dapat menjadi ‘carrier’ 
  • Hewan secara klinis nampak normal dan dapat bertahan dalam status seperti ini untuk jangka waktu lama (lihat tabel)
  • Hewan ‘carrier’ seperti ini dapat bertindak sebagai sumber infeksi ke hewan lain Lama periode ‘carrier’ Kerbau Afrika 5 tahun 

Introduksi ke negara bebas PMK

  • Hewan peka menjadi terinfeksi PMK sebagai hasil dari kontak langsung atau tidak langsung dengan hewan terinfeksi atau lingkungan yang terinfeksi. Biasanya akibat pergerakan atau importasi dari hewan terinfeksi atau produk hewan terkontaminasi (semen, daging dengan tulang, produk susu yang tidak diproses) (Donaldson & Alexandersen 2002) 
  • Disposal yang tidak sesuai aturan dari sisa-sisa makanan dari pesawat udara dan kapal laut (international waste) yang kemudian diberikan kepada ternak babi dalam bentuk sisa-sisa pakan (swill) yang tidak dimasak merupakan faktor penyebab wabah yang signifikan di negara-negara bebas PMK (Sutmoller et al., 2003) 

Sumber: The EFSA Journal (2006) 313, 1-34

Penularan PMK lewat udara

  • Penyebaran virus PMK jarak jauh melalui udara pada kenyataannya kurang umum terjadi, tetapi dapat menjadi rute penting pada kondisi iklim sedang, bergantung kepada spesies yang mengekskresikan virus, spesies yang peka, jumlah hewan yang terinfeksi, kondisi meterologik dan topografik (Gloster et al. 2003) 
  • Pada lingkungan tropis yang kelembabannya rendah, temperatur lingkungan yang tinggi dan ada radiasi matahari, pentingnya penyebaran lewat udara rendah, dan penularan utamanya lebih disebabkan oleh pergerakan hewan terinfeksi dan sisa-sisa potongan daging (meat scraps) dari hewan yang terinfeksi secara akut, yang diberikan kepada babi 

Sumber: The EFSA Journal (2006) 313, 1-34

Penutup

  • Lebih dari 100 negara endemik PMK di dunia (terutama di Asia, Afrika, Timur Tengah dan sebagian kecil negara-negara di Amerika Selatan ) atau 77% dari total populasi global masih tertular PMK, sehingga negara-negara bebas PMK tetap berada dalam ancaman konstan serangan wabah PMK 
  • Pertimbangan kehati-hatian dalam melakukan importasi daging dari negara tertular PMK dengan tetap mematuhi ketentuan ‘komoditi aman’ (safe commodity) sesuai ketentuan OIE 
  • Perlunya peningkatan keahlian dalam bidang epidemiologi molekuler untuk memperkuat kapasitas dokter hewan Indonesia dalam menghadapi munculnya wabah